Sekarang ini bahasa Arab masih dianggap sebagai bagian dari
"Pendidikan Agama". Perekrutan para pengajarnya pun sering
tumpang tindih. Seorang lulusan Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan
Agama Islam, tidak sedikit yang diberi tugas untuk mengajar bahasa
Arab. Sebaliknya, seorang lulusan Fakultas Adab Jurusan Sastera Arab
juga tidak sedikit yang diberi tugas untuk mengajar pengetahuan agama
Islam. Itulah sebabnya dalam beberapa LHBS (raport) kita dapatkan
bahasa Arab diletakkan satu kelompok dengan mata-mata pelajaran di
bawah bagian "Pendidikan Agama". Dengan adanya persepsi
seperti ini, yaitu anggapan bahwa bahasa Arab merupakan bagian dari
pendidikan agama, di samping latar belakang pengajarnya yang
berbeda-beda, tak diherankan jika hasil pembelajaran bahasa Arab di
Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan.
Dalam Kurikulum 2004 dan 2006 disebutkan bahwa salah satu
karakteristik mata pelajaran bahasa Arab adalah bahwa bahasa Arab
mempunyai dua fungsi, yakni sebagai alat komunikasi antara manusia
dan sebagai bahasa agama Islam. Tetapi kenyataan di sekolah-sekolah
atau di madrasah-madrasah pada umumnya lebih menitik beratkan pada
fungsi kedua, yaitu sebagai bahasa agama Islam.
Pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing keberhasilannya
tidak sekadar bertumpu pada kurikulum, tetapi juga kepada model dan
metode pembelajarannya, selain faktor yang terpenting adalah
pengajarnya itu sendiri.
S. Karim. A. Karhami, Kepala Bidang Bangkur SMU Balitbang Diknas
dalam makalahnya yang berjudul "Mengubah Wawasan & Peran
Guru dalam Era Kesejagatan" yang dimuat dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan No. 035 – Maret 2002, menghimbau
para guru bahwa dalam era yang penuh dengan perubahan ini hendaknya
mereka menyikapi era ini dengan perubahan pula, yaitu dengan
meninggalkan pola fikir dan pola tindak lama yang sudah lazim
dilakukan. Menurut pandangan lama, guru diilustrasikan sebagai
seorang yang maha tahu, maha terampil, sementara siswa sebagai orang
yang maha tidak tahu, belajar identik dengan mencatat dan
mendengarkan ceramah guru, dan mengajar harus berperilaku seperti
tukang jual obat yang mampu berkata-kata kesana kemari. Menurut
pandangan baru, guru berperan sebagai "tukang penggagas dan
pencipta proses belajar". Guru berperan sebagai fasilitator.
II. Model Pembelajaran Bahasa Arab
Perubahan model pembelajaran seperti yang dianjurkan oleh S.
Karim. A. Karhami di atas juga berlaku pada pembelajaran bahasa Arab
sebagai bahasa asing. Selama ini ada dua buah model pembelajaran
bahasa asing yang dikenal dalam dunia pendidikan, yaitu (A) model
pembelajaran yang terpokus pada guru yang disebut dengan
teacher-centered model (TCM) dan (B) model terpokus kepada
peserta didik yang disebut Student-centered model (SCM).
A. Teacher Centred Model (TCM)
Dalam TCM, belajar bahasa adalah satu produk transmisi. Guru
mengirimkan pengetahuan. Pelajar adalah penerima. Guru bersifat aktif
dan murid pasif. Guru bertanggung-jawab untuk mengirimkan semua
keterangan kepada murid. Guru berbicara, murid mendengarkan dan
menyerap.
1. Kelebihan TCM
TCM mungkin menarik bagi sebagian guru bahasa Arab karena beberapa
alasan:
- TCM merupakan metode dimana ia diajari oleh gurunya dulu.
- TCM wajar disukai oleh guru karena ia akan menjadi pusat
perhatian di dalam ruang belajar, karena ia satu-satunya yang
mengetahui bahasa sementara para murid tidak mengetahui apa-apa.
- TCM memerlukan persiapan yang relatif sedikit: apa yang
diperlukan hanya menyajikan bahan sesuai dengan yang telah digariskan
pada buku teks.
- TCM juga relatif memerlukan pemikiran yang relatif kecil tentang
murid dan aktivitasnya. Semua murid mendengar penyajian guru yang
sama, kemudian mengerjakan latihan yang diberikan.
2. Kelemahan TCM
Bagaimanapun, pengajar
bahasa yang berpengalaman melihat dari cara mereka mengajar,
mengamati bahwa TCM mempunyai dua kelemahan utama, yakni :
- TCM melibatkan hanya
sebagian kecil murid dalam pembelajaran bahasa yang sebenarnya.
- TCM memberikan
pengetahuan "tentang bahasa", tetapi tidak otomatis membuat
mereka mampu menggunakannya sehingga mereka tertarik untuk
mempelajarinya.
B. Student Centred Model (SCM)
Untuk mengatasi kelemahan TCM ini, pembelajaran
bahasa Arab hendaknya juga mengikuti model pembelajaran bahasa asing
lainnya yang pada umumnya lebih maju berkembang dari pada
pembelajaran bahasa Arab. Model terbaru yang biasa digunakan dalam
pembelajaran bahasa asing adalah SCM.
Pembelajaran bahasa harus terpusat pada pembelajar/peserta didik,
yaitu dengan menggunakan SCM. Hal itu karena penggunaan bahasa itu
bersifat kreatif, dan kreativitas itu ada di tangan si pengguna yang
tidak lain adalah si pembelajar (Soenjono, 2000). Tentang apa yang
dimaksud dengan student-centered, Soenjono memberikan
penjelasan, yaitu "suatu kegiatan pengajaran di mana perhatian
kita curahkan pada proses psikologis yang dilalui pembelajar dalam
usaha mereka membelajari bahasa". Guru perlu mengkondisikan
kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif mencari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat terjadi bila ditunjang
oleh penerapan strategi belajar yang mendorong siswa terlibat secara
fisik dan psikis dalam proses pembelajaran.
Mendengar istilah "Pembelajaran berfokus kepada peserta
didik" setidak-tidaknya memuncul-kan pertanyaan, yaitu: "Apakah
selama ini kegiatan pembelajaran belum berfokus kepada peserta
didik?". Atau pertanyaan lain yang dirumuskan secara berbeda,
yaitu: "Apakah selama ini kegiatan pembelajaran berfokus kepada
guru?". Seandainya jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan ini
adalah bahwa kegiatan pembelajaran tidak lagi berfokus pada guru
tetapi sudah berfokus kepada peserta didik, maka pertanyaan
berikutnya yang muncul adalah "Bagaimanakah konsep kegiatan
pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik itu?".
Dengan berkembangnya pemikiran tentang pembelajaran yang berfokus
kepada peserta didik, apakah para guru juga sudah memahami bahwa
kegiatan pembelajaran yang mereka kelola sehari-hari haruslah
berfokus kepada peserta didik. Bagaimanakah peranan atau posisi guru
selaku manajer kegiatan pembelajaran (instructional manager) dalam
kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?
Pada model TCM (model pembelajaran yang terpokus pada guru), guru
dapat dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan
pembelajaran. Dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam
kegiatan pembelajaran karena apabila disebabkan satu dan lain hal,
guru terpaksa tidak dapat hadir di sekolah, maka kegiatan
pembelajaran pun dapat dikatakan tidak akan berlangsung. Dengan
demikian, guru memang benar-benar berfungsi sebagai satu-satunya
sumber belajar bagi peserta didik. Dari RPP yang disusun guru juga
dapat dilihat apakah kegiatan pembelajaran yang dikelola guru masih
berorientasi pada kepentingan guru atau peserta didik.
Apakah dengan paradigma kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada
peserta didik mengindikasikan bahwa guru telah mengubah posisi
keberadaan dirinya di dalam kelas bukan lagi sebagai satu-satunya
sumber belajar bagi peserta didik? Tetapi guru telah memposisikan
dirinya sebagai salah satu sumber belajar karena guru telah
menerapkan kegiatan pembelajaran yang menggunakan berbagai sumber
belajar di dalam kegiatan pembelajaannya. Kegiatan pembelajaran yang
demikian ini disebut juga sebagai kegiatan pembelajaran berbasis
aneka sumber (resources-based learning).
Manakala guru secara konsisten menerapkan kegiatan pembelajaran
berbasis aneka sumber, maka guru yang bersangkutan dapat dikatakan
telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta
didik. Dalam kaitan ini, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah
"Apakah yang menjadi ciri-ciri atau karakteristik dari kegiatan
pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik?". "Bagaimana
pula perbedaannya dengan pembelajaran yang berfokus kepada guru?".
Dari metode mengajar yang diterapkan guru di dalam kelas, dapatlah
diketahui apakah sang guru masih tetap menerapkan kegiatan
pembelajaran yang berfokus kepada dirinya. Kemudian, menarik juga
untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Apakah anda
sebagai guru hanya menggunakan metode mengajar chalk and talk"
(kapur tulis dan bicara)? Apakah anda juga hanya menuliskan di papan
tulis materi pelajaran yang perlu anda sampaikan kepada para peserta
didik dan kemudian menceramahkannya?. Apakah anda juga mengkondisikan
peserta didik untuk hanya duduk manis dan mencatat apa yang anda
tulis di papan tulis dan kemudian mendengarkan ceramah anda secara
cermat?. Apakah setelah semua tugas mengajar anda selesai, maka anda
langsung meninggalkan ruang kelas dan peserta didik pun terbebas dari
anda sebagai guru?
Apabila jawaban kita "YA" terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut di atas, maka hal itu mengindikasikan bahwa kita sebagai
guru masih berada pada posisi yang menerapkan kegiatan pembelajaran
yang berfokus kepada diri kita sendiri selaku guru. Untuk lebih
memantapkan pemahaman kita mengenai pembelajaran yang berfokus kepada
peserta didik atau guru, maka ada baiknya kita merespon serangkaian
pertanyaan yang diajukan berikut ini. Tujuannya adalah untuk melatih
kita memahami konsep kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada
peserta didik. Oleh karena itu, sejauh mana kita sebagai guru mampu
memahami pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban secara
tuntas, maka pemahaman kita akan semakin lebih jelas mengenai
kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik.
"Apakah RPP yang kita susun masih menekankan aspek kemampuan
atau keberhasilan kita mengajarkan materi pelajaran? Sejauh manakah
materi pelajaran yang telah ditetapkan di dalam RPP telah selesai
kita ajarkan kepada peserta didik kita? Atau, apakah kita sebagai
guru masih menekankan kegiatan pembelajaran pada tingkat pemahaman
atau penguasaan peserta didik (kompetensi) terhadap materi pelajaran
yang kita rancang?
Pertanyaan selanjutnya adalah "Apakah peserta didik telah
berhasil mencapai tingkat kompetensi sebagimana yang ditetapkan di
dalam RPP?". "Apakah kita sebagai guru merasa puas manakala
kita telah berhasil menyajikan semua materi pelajaran yang telah
direncanakan di dalam RPP?". Apakah menjadi kepedulian (concern)
kita juga sebagai guru mengenai materi pelajaran yang telah kita
sajikan itu telah benar-benar dipahami/dikuasai oleh peserta didik
kita?.
Terhadap serangkaian pertanyaan tersebut di atas, bagaimana kita
sebagai guru menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan sekaligus
juga merenungkan apa yang menjadi jawaban kita? Apakah kita
mengatakan, "Oh ya, berarti sebenarnya saya belum sepenuhnya
menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik"
atau sebaliknya, "Nah, barulah sekarang saya tahu bahwa saya
sebenarnya sudah mulai menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus
kepada peserta didik".
1. Karakteristik SCM
Karakteristik model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik
(SCM) versi Molly Jhonson (Jhonson, 2007) antara lain adalah bahwa :
a. guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran ketimbang sebagai penyaji pengetahuan,
b. pengelolaan kelas yang lebih kondusif terhadap kegiatan dan
interaksi peserta didik yang mengarah pada pengalaman belajar yang
produktif,
c. peserta didik aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan
pembelajaran ketimbang hanya duduk manis dan pasif selama kegiatan
belajar berlangsung di dalam kelas,
d. membutuhkan investasi waktu dan energi untuk menerapkan model
pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
2. Kelebihan SCM
Dalam SCM ini,
pembelajaran bahasa Arab merupakan proses penemuan. Murid
mengembangkan kemampuan untuk menggunakan bahasa sebagai alat
berkomunikasi. Guru memberikan model penggunaan bahasa dan menjadi
fasilitator untuk pengembangan keterampilan bahasa murid.
Dalam SCM ini, murid dan
guru masing-masing merupakan peserta pembelajaran bahasa yang aktif
yang berbagi tanggungjawab terhadap pembelajaran bahasa murid. Guru
dan murid bekerja sama dalam mengidentifikasi bagaimana murid
mengharapkan penggunaan bahasa. Guru memberi contoh penggunaan bahasa
yang baik, betul dan sesuai, sementara para murid kemudian
menggunakan model bahasa itu dalam kegiatan-kegiatan praktis yang
mensimulasikan situasi komunikasi yang sebenarnya. Ikatan yang aktif
antara para murid dan guru akan menghasilkan lingkungan kelas yang
dinamis di mana kegiatan belajar-mengajar menjadi bermanfaat dan
menyenangkan.
3. Kelemahan SCM
Guru bahasa yang belum
pernah menjalankan SCM biasanya merasa khawatir karena beberapa hal:
- SCM memerlukan waktu
persiapan yang lebih banyak: Guru harus mempertimbangkan tujuan
pembelajaran bahasa murid, mengidentifikasi aktifitas kelas yang akan
menghubungkannya dengan bahan yang terdapat dalam buku teks, dan
mencari bahan-bahan yang benar-benar ada dalam dunia nyata yang
sesuai dan dapat melengkapi buku teks.
- SCM merupakan model
yang misterius: Tidak jelas, apa yang akan dilakukan oleh seorang
guru untuk membuat kelas menjadi a
classroom student centered
(kelas yang terpusat pada murid).
- SCM pada pertamanya
akan dirasakan tidak akan berjalan dengan baik: Ketika para murid
pertama-tama diminta untuk berpartisipasi secara aktif, bisa saja
mereka memberikan reaksi yang lamban ketika hendak memulai tugas dan
membayangkan dinamika kelas.
- Terkadang model SCM
ini tampak kacau, yaitu ketika para murid mengawali pekerjaan dalam
kelompok kecil, suasana kelas menjadi hiruk-pikuk dan guru harus
tetap merasa nyaman dengan kenyataan bahwa para murid melakukan
kesalahan yang tidak terdengar atau tidak diperbaiki.
- SCM seakan-akan
justeru suatu hal yang buruk, karena model ini menjadikan kelas
berisik dan guru tidak dapat mengendalikan kelas.
Poin terakhir ini cukup penting.
Sebetulnya, dalam kelas yang menggunakan SCM yang efektif,
guru telah merencanakan isi semua aktivitas, telah mengalokasikan
waktu yang terbatas buat mereka, dan telah mempersiapkan mereka dalam
konteks penggunaan bahasa yang sesuai dengan model yang disiapkan
oleh guru. Guru tidak selalu menjadi pusat perhatian, tetapi tetap
berfungsi sebagai pengendali kegiatan belajar murid.
4. Tips Sukses Penggunaan SCM
a. mengubah paradigma
guru menjadi fasilitator pembelajaran,
b. komitmen guru dalam
menyediakan waktu dan tenaga untuk membelajarkan peserta didik
tentang berbagai materi pengetahuan,
c. kesediaan guru untuk
mencoba menerapkan pendekatan baru dalam mengelola kelas, dan melihat
secara kritis usaha penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta
didik,
d. inisiatif guru untuk
bergabung dengan kelompok masyarakat pengembang strategi pembelajaran
yang berfokus pada peserta didik.
II. Penutup
Dari paparan di atas, dapat disumpulkan:
- Peranan baru yang pertama bagi guru yang
menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus kepada peserta didik
adalah (1) memahami dan mengetahui secara jelas kearah mana peserta
didik secara kognitif dikehendaki akan berkembang. Dalam hal ini,
guru hendaknya mengetahui tingkat kemampuan berpikir yang dituntut
untuk dikembangkan oleh peserta didik selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, (2) menggunakan analogi dan metafor, (3) mengembangkan
mekanisme yang tidak berbahaya dan juga tidak menakutkan untuk
terjadinya dialog tidak langsung antara guru dan peserta didik.
- Peranan guru yang kedua adalah mengembangkan
pertanyaan yang bersifat "memaksa" peserta didik untuk
menguraikan apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Hendaknya
guru benar-benar menghindarkan pertanyaan, seperti "Apakah ada
pertanyaan?". Guru hendaknya juga memberikan berbagai kesempatan
kepada peserta didik untuk membuat kesimpulan/dan atau menjelaskan
materi yang baru saja selesai dibahas. Peserta didik juga haruslah
dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat penetrasi.
- Peranan ketiga dari guru adalah menggunakan
alat/sarana visual untuk membantu peserta didik agar dapat "melihat"
bagaimana informasi dapat dihubungkan dan mengajarkan kepada peserta
didik cara-cara penggunaan sarana/alat visual.
- Peranan keempat yaitu mendorong pembentukan
kelompok-kelompok belajar dan memfungsikannya. Kelompok belajar dapat
dibentuk dalam berbagai bentuk tergantung pada besarnya kelas, mata
pelajaran, dan pendapat/pemikiran guru.
Terima Kasih atas artikelnya..
BalasHapusTerima kasih artikelnya..
BalasHapus