Minggu, 11 Oktober 2009

KEMPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN: KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DALAM USAHA MENGELOLA KEMITRAAN

Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni, tetapi seringkali Ula berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataannya, kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu.
Ada banyak definisi mengenai kepemimpinan, tergantung pada perspektif yang digunakan. Kepemimpinan dapat didedenisikan bebrdasarkan penerapannya pada bidang militer, olahraga, bisnis, pendidikan, industri, dan bidang-bidang lainnya. Robbins (1991) mendefinisikan kepemmpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencaipai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.. Schriesheim, et al (dalam Kreitner dan Kinici, 1992, p. 516) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial di mana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Sedangkan Gibson et al (1991, p. 364) memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kempetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok.

Defenisi-defenisi diatas pada hakikatnya mengandung kesamaan, dimana konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya dalam manajemen, yaitu membangkitkan motivasi atau semangat orang lain, yaitu dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami. Konsep ini mengandung pengertian bahwa motivasi tersebut telah ada dalam diri setiap karyawan dan otivasi tersebut bukanlah sekedar tanggapan temporer terhadap rangsangan eksternal. Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi.
Istilah manajer dan pemimpin tidaklah perlu dicampuradukkan, karena kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, perorganisasian, pengkoordinasiaan, pelaksanaan, komunikasi, dan pengawasan. Termasuk di dalam fungsi-fungsi itu adalah perlunya memimpin dan mengarahkan. Zaleznik dalam Robbins (1991) menyatakan bahwa tidak semua pemimpin adalah menajer. Seorang manajer yang diberi hak-hak tertentu (formal) dalam suatu organisasi belum tentu dapat menajdi seorang pemimpin yang efektif. Akan tetapi kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang didapatkan dari luar struktur formal adalah sama atau bahkan lebih penting daripada pengaruh formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu kelompok dan dapat pula ditunjuk secara formal. Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2003, hal. 153):

  1. Tanggung jawab yang seimbang. Keseimbangan disini adalah tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut.
  2. Model peranan yang positif. Peranan adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestas yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan contoh bawahannya.
  3. Memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat.
  4. Memiliki pengaruh positif. Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif.
  5. Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut.

Disamping memiliki karakteristik sebagaimana telah dijelaskan diatas, seorang pemimpin yang baik harus dapat memainkan peranan penting dalam melakukan tiga hal berikut, yaitu (Bennis dan Nanus, 1985, pp. 184-186):

  1. Mengatasi penolakan terhadap perubahan
  2. Menjadi perantara bagi kebutuhan kelompok-kelompok di dalam dan di luar organisasi
  3. Membentuk kerangka etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan. Kerangka etis ini dapat diwujudkan dengan cara:
  • Memberikan contoh perilaku etis
  • Memilih orang-orang yang berperilaku etis sebagai anggota tim
  • Mengkomunikasikan tujuan organisasi
  • Memperkuat perilaku yang sesuai di dalam dan di luar organisasi
  • Menyampaikan posisi-posisi etis, secara internal dan eksternal
Kepemimpinan bukanlah fungsi dari kharisma. Oleh karena itu tidak bisa hanya mengandalkan kharisma yang ia miliki semata dalam usaha memimpin suatu kelompok tertentu. Bila seorang pemimpin mencoba menggunakan citra dan kharisma semata untuk memimpin suatu organisasi, maka ia bukanlah pemimpin, tetapi misleader

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu Komentar, saran dan Kritik anda yang bersifat membangun pada Blog kami, dengan :
1. Tulis Komentar anda pada kolom yang telah disediakan
2. Pilih Name/URL pada "Beri komentar sebagai"
3. Tulis Nama anda pada kolom yang sudah disediakan
4. Kosongi kolom URL dan klik "lanjutkan"
5. Klik Poskan Komentar

Terima Kasih...