Senin, 12 Oktober 2009

MENGEMBALIKAN PENDIDIKAN UNTUK PROYEKSI KEMANUSIAAN

Alangkah bodohnya kita selama ini, sebagai “manusia” yang mau dirampas hak-hak kebebasan kita, sehingga tidak bias menentukan secara bebas masa depan kita sendiri tanpa intervensi dari orang lain. Dengan janji demi masa depan yang lebih baik kita telah dijebloskan ke dalam sekolah / madrasah oleh orang tua kita. Karena kebanyakan dari orang tua kita berkeyakinan bahwa sekolah / madrasah adalah tempat yang menjanjikan bagi masa epan anak-anak mereka. Meskipun pada realitanya sekolah / madrasah bagi anak-anak mereka dirasakan sebagai penjara yang menghukum dan memberatkan dalam hidupnya.


Lihatlah orang-orang tua modern di sekeliling kita, lebih-lebih yang menginginkan anak-anaknya terampil dalam segala hal, mereka tanpa mempedulikan tahap perkembangan anaknya memaksa mereka untuk sekolah. Lebih dari itu, mereka mengirimkan anaknya ke lembaga perkursusan, seperti Bahasa Inggris, bela diri, berenang dan sebagainya. Kerana tuntutan yang melampui batas kemampuan ini, akhirnya banyak anak-anak menjadi setres.


Untuk membuktikan banyak sekolah yang telah menyebabkan para siswanya setres, sebuah penelitian di Jerman, seperti diungkapkan oleh Susanne Gaschke, menyebutkan bahwa 30% murid sekolah mengeluh gangguan sakit yang mereka derita. Ternyata keluhan mereka sama dengan keluhan yang didierita oleh para manager, yakni sulat tidur, lemah konsentrasi, sakit kapala dan sakit perut. Anak yang berusia sepuluh tahunan bahkan mengeluhkan tentang kehilangan selera makan mereka.


Kenapa fenomena ini bias terjadi?. Karena sekolah / madrasah tidak bisa memainkan fungsi dan peranannya secara tepat. Sekolah / madrasah sebenarnya sebagai tempat belajar dan bermain, malah hanya menjadi ruang kelas bagi mereka dan mirip kerang-kerangkeng pintu yang tertutup ketika pelajaran berlangsung, bangku memaku tubuh siswa supaya tidak sedikitpun bergerak dan tentu saja guru-guru yang berperan mirip seperti sipir penjara : marah hika dikritik, menolak jika ada usulan, bahkan terkadang membentak dan memukul ketika terjadi kesalahan.


Yang paling menyakitkan sekolah / madrasah telah mengharuskan mereka untuk belajar Sejarah, Matematika, GeografiIlmu-ilmu tertentu,seni, kesastraan dan seperangkat ilmu lainnya yang terkadang sangat membosankan. Kita bias menyaksikan kebenaran fenomena tersebut di berbagai perguruan tinggi umum / islam. Para mahasiswa biasanya dipaksa untuk mengambilsejumlah mata kuliah yang tak berguna. Mereka biasa pintar-pintar untuk bicara dialektika, fasih ketika mengutip yang kelasik-kelasik. Tapi dalam perkara memandang kehidupan mereka masih bayi-bayi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah teori yang mereka hafalkan, buku-buku atau kitab tebal yang mereka lalap setiap hari tidak menyentuh karakter manusia, cinta kasih, kebebasan, atau penentuan nasib sendiri. Intinya system pendidikan telah menceaikan hati dengan kapala.


Maka tak salah jika kemudian sekolah / madrasah sebagai unstitusi telah banyak dikritik oleh para pemikir pendidikan seperti Paulo freire, Ivan Illich, Neil Postman. Kebanyakan para pemikir pendidikan tersebut beranggapan bahwa sekolah telah lama mati. Meskipun mereka dalam mengungkapkan dengan menggunakan bahasa yang berbeda-beda : deschooling society (masyarakat bebas sekolah) dari Ivan Illich, the end of school menurut Everet Reimer, pedagogy of oppressed dalam pandangan Paulo freire dan theend of education kata Neil Postman.


Mereka lalu menawarkan konsep baru tentang pendidikan, pendidikan oleh mereka harus difungsikan sebagai pembebasan, bukan untuk penguasa (domisani). Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinaan social budaya, pendidikan bertujuan untuk menggarap realitas manusia, dank arena itu secara metodelogi bertumpu di atas prinsip-prinsip aksi dan refleksi total.


Pendidikan bukanlah hanya sebatas belajar di sekolah yang terkadang alah membuat siswa terkundung dibalik tembok sekolah dan terealinasi daei masyarakatnya. Mereka makin terikat hanya untuk belajar di lembaga-lembaga persekolahan dan nyaris selalu gagal menarik pelajaran peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mempelajari sejumlah konsep dan teori yang tidak ada gunanya sama sekali dalam kehidupan ini.


Tujuan pendidikan, menurut meraka adalah untuk menjadikan manusia lebih baik dan meningkatkan kualitas mereka sebagai manusia. Perbaikan masyarakat tidak bisa dengan cara menjejalkan suatu progam pembaharuan social tertentu ke kerongkongannya, lewat sekolah atau saluran-saluran lain. Perbaikan masyarakat dilakukan melalui perbaikan individu-individu yang membentuk masyarakat itu.


Dengan begitu secara alamiyah bebas, dan secara alamiyah pula ia memilliki sifat social. Untuk menggunakan kebebasannya secara tepat ia butuh disiplin. Untuk hidup dalam masyarakat ia perlu kebajikan-kebajikan moral. Moral yang baik serta kebiasaan intelektual dibutuhkan demi kebutuhan haikat manusia seutuhnya.


Pendidikan Islam dengan begitu dapat memberikan sumbangan pada semua bidang pertumbuhan individu sebagai manusia, yaitu bidang akal, psikologi dan spiritual atau moral (Langgulung, 2003 : 31). Dalam pertumbuhan akal (intelektual) pendidikan dapat menolong individu untuk meningkatkan pengembangan dan menumbuhkan kesedian, bakat-bakat, minat dan kemampuan-kemampuan akalnya dan memberinya pengetahuan dan keterampilan akal yang perlu dalam hidupnya.


Dalam bidang pertumbuhan psikologis, pendidikan memulai berbagai media dapat menolong individu mendidik dan menghaluskan perasaannya dan mengarahkan mengarahkan kearah yang diingini, dimana ia menjadi kekuatan dan motivasi-motivasi ke arah kebaikan dan kerja yang membina dan berhasil ayang dapat mencapai kemaslahatannya dan kemaslahatan di masyarakat dimana ia hidup. Ia juga dapat menolongnya untuk menumbuhkan perasaan kemanusiaan yang mulia yang menjadikannya manusia mencintai kebaikan orang lain, berintraksi dengan mereka turut merasakan penderitaan dan masalah-masalahnya dan berusaha dan berkorban untuk mereka. Dalam bidang pertumbuhan spiritual dan moral, pendidikan yang baik dapat menolong individu, iman, aqidah dan pengetahuannya terhadap tuhannya dan dengan hukum-hukum, ajaran-ajaran dan moral agamanya.


Inilah pendidikan Islam yang berorentasi untuk proyek kemanusiaan, karena pada ahirnya semua siswa harus mempertanggungjawabkan segala tindakannya di dalam kehidupan sekolahnya. Kekurang cermatan kebijakan pendidikan dalam memahami siswa sebagai manusia yang unik dan mandiri serta harus secara pribadi mempertanggungjawabkan tindakannya, pendidikan akan berubah menjadi pemasungan daya kreatifitas setiap individu (Malkhan, 2002 : 80). Hal ini berartikebijakan dan strategi pendidikan yang mengabaikan arti keunikan manusia selalu berahir dengan kegagalan yang menimbulkan tragedi kemanusiaan. Keasingan siswa dari lingkungan sosialnya, ketergantungan pada obat, putus sekolah, prilaku merusak, tawuran antar mereka dan antar sekolah, hubungan seks bebas, perkosaan dan bunuh diri, ini semua adalah sederetan kasus buram akibat pendidikan yang penerapannya telah mengabaikan keunikan personal setiap anak menusia.

4 komentar:

  1. teruskan brow.................!!!!

    BalasHapus
  2. Terima Kasih bro... Doa teman2 seperti mas Yaqin yang kami harapkan.

    BalasHapus
  3. ijin nyimak gan informasinya
    menarik dan bermanfaat nih infonya
    thanks ya, sukses terus

    BalasHapus
  4. terus psting info2 yg bermanfaatnya gan
    senang bisa berkunjung ke blog anda
    terimakasih banyak

    BalasHapus

Kami tunggu Komentar, saran dan Kritik anda yang bersifat membangun pada Blog kami, dengan :
1. Tulis Komentar anda pada kolom yang telah disediakan
2. Pilih Name/URL pada "Beri komentar sebagai"
3. Tulis Nama anda pada kolom yang sudah disediakan
4. Kosongi kolom URL dan klik "lanjutkan"
5. Klik Poskan Komentar

Terima Kasih...